Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya. Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaituKarna. Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".
Di kemudian hari ketika menjadi presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno
Di
beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed
Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke
Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil
Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat
di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.
Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di
depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti
wikipedia bahasa Denmark dan bahasa
Spanyol.
Sukarno
menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah
haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di
depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang
sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan
kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Masa Kecil & Remaja
Soekarno dilahirkan dengan seorang
ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman
Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan
seorang guru ditempatkan di Sekolah
Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman
Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu,
sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam. Mereka
telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir. Ketika
kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia
bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di Mojokerto,
ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah
tempat ia bekerja. Kemudian pada Juni 1911 Soekarno
dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk
memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada
tahun 1915,
Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS di Surabaya, Jawa Timur. Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang
kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto. Tjokroaminoto bahkan memberi tempat
tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya. Di Surabaya, Soekarno
banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat
Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim,
dan Abdul
Muis. Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri
Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi
Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong
Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Selain
itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang
dipimpin oleh Tjokroaminoto.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921,
bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te
Bandoeng(sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik
sipil pada tahun 1921,
setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922mendaftar
kembali dan tamat pada tahun 1926. Soekarno dinyatakan lulus ujian
insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH
Bandungtanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas
insinyur lainnya. Prof. Jacob
Clay selaku ketua
fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama
penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa". Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan
Soetedjo, selain
itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang. Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat
Islam dan sahabat
karib Tjokroaminoto. Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr.
Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Sebagai Arstitek
Bung
Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te
Bandoeng (sekarang ITB) di Bandungdengan mengambil
jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.
Pekerjaan Dan Karya Di Bidang Arsitektur
·
Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur
bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya
bersama Ir. Rooseno juga
merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
·
Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan
merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.
Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden
Semasa
menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau
dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai
Juli pada tahun 1956ke
negara-negara Amerika
Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir
Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya
sebagai negara yang baru merdeka.
Soekarno membidik Jakarta sebagai
wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang
diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa
arsitek seperti Frederich
Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior
untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara
·
Gedung Conefo
·
Gedung Sarinah
·
Tugu Selamat Datang
·
Monumen Pembebasan Irian Barat
·
Tahun 1955 Ir.
Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek,
Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar
membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam
bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara
besar-besaran pada tahun1966, termasuk
pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi
dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf
·
Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang
diresmikan pada tahun 1957
Masa pergerakan nasional
Soekarno
untuk pertama kalinya menjadi terkenal ketika dia menjadi anggota Jong Java cabang
Surabaya pada tahun 1915. Bagi Soekarno sifat organisasi tersebut yang
Jawa-sentris dan hanya memikirkan kebudayaan saja merupakan tantangan
tersendiri. Dalam rapat pleno tahunan yang diadakan Jong Java cabang Surabaya
Soekarno menggemparkan sidang dengan berpidato menggunakan bahasa Jawa ngoko (kasar).
Sebulan kemudian dia mencetuskan perdebatan sengit dengan menganjurkan agar
surat kabar Jong Java diterbitkan dalam bahasa Melayu saja,
dan bukan dalam bahasa
Belanda.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene
Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische
Studie Club oleh Dr. Soetomo. Organisasi
ini menjadi cikal bakalPartai Nasional Indonesia yang didirikan pada
tahun 1927. Aktivitas
Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada tanggal 29 Desember 1929 di Yogyakarta dan esoknya
dipindahkan ke Bandung, untuk dijebloskan ke Penjara Banceuy.
Pada tahun 1930 ia
dipindahkan ke Sukamiskin dan pada tahun itu ia
memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi),
hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931. Pada bulan
Juli 1932, Soekarno
bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI.
Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir
dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti
tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan. Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu. Soekarno baru
kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Pada awal
masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan
tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan"
keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan
tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu
populer.
Namun
akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus
memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan
lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik
hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat
Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI danPPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno,
Hatta, Ki
Hajar Dewantara, K.H.
Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu
aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah
pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang
melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena
menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Presiden
Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi
kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang
sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif
dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar
dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan.
Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.
Pada tahun
1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang
tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke
Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan
kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia
tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang
terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap
keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi,
pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian
menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat
Indonesia sendiri.
Namun
keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno
dituduh oleh Belanda bekerja
sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Soekarno
bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang
terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan
orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia PPKI,
Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah
menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk
oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda
yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para
pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan
Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini
disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun
Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan
mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno
menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya
tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci
kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin
kepada Nabi
Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada
tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945
pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945
kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa
Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang
yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat
kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya
mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah
mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha
menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan
pasukan NICA (Belanda) yang
membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.
Karena banyak
provokasi di Jakarta pada
waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia
dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara
lainnya.
Kedudukan
Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala
pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive).
Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi
semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala
Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu
terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah
bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik
Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem
pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden
Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa
Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang
menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah
pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)
dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya
dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa
Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya
yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Setelah
Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan
sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana
menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal
sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang
ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS
kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi
Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan
kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah
presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah
dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos
Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat
dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh
bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung"
membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan
menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut
turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada
jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan
Angkatan Udara.
Presiden
Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional.
Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka,
belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden
Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu
Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang
ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dankolonialisme,
ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban,
ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga
menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal
Abdel Nasser (Mesir),Mohammad
Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi
Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok.
Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya.
Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai
saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai
negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari
kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan
Indonesia.
Guna menjalankan
politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden
Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin
negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John
Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
0 komentar:
Posting Komentar